Friday 10 January 2020

Contoh sikap mandiri dalam belajar forex


Kemandirian Dalam Belajar Konsep Belajar Mandiri (Aprendizagem autodirigida) sebenarnya berakar dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Garrison tahun 1997, Schillereff 2001, dan Scheidet, 2003, ternyata belajar mandriji juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar manderre sesuai sem precedente jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan kemampuan siswa (nwrel. orgplaningreportsself-directindex. php) Pengertian tantang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001: 1-4) sebagai berikut: 1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab de proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan auto gestão (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) auto-monitoramento de dengan (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis Garrison). 2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno Garrison). 3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman Morrow, Sharkey, amp Firestone). 4. Belajar Mandiri 8220ironisnya8221 justru sangat kolaboratif. Siswa bekerja sama dengan para guru dan siswa lainnya di dalam kelas (Bolhuis Corno Leal). 5. Belajar Mandiri mengembangkan pengetahuan yang lebih spesifik seperti halnya kemampuan untuk mentransferp pengetahuan konseptual ke situasi baru. Upaya untuk menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan permasalahan hidup sehari-hari di dunia nyata (Bolhuis Temple ampère Rodero). Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-sepotong, maka Haris Mujiman (2005: 1) mencoba memberikan pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motivo untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya 8211 baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, iraque belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun évaluasi belajar 8211 dilakukan oley siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu. Pengertian belajar mandiri yang lebih terinci lagi disampaikan por Hiemstra (1994: 1) yang mendeskripsikan belajar mandiri sebagai berikut: 1. Setiap individu siswa berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya. 2. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran 3. Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain 4. Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain. 5. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi. 6. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, sumbero pencariano, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif. 7. Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi programa yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternativo pembelajaran yang bersifat individual dan programa-programa inovatif lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha indivíduo untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya enviando um assunto sujo materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di Dunia nyata. Aprendizagem autodirigida adalah kegiatan belajar mandiri, sedangkan orang yang melakukan kegiatan belajar mandiri sering disebut siswa mandiri (aprendizes autodirigidos). Abdullah, M. H (2001) dalam ERIC digest No. 169 mengatakan aprendentes auto-dirigidos adalah sebagai 8220para manajer dan pemilik tanggung jawab de proses pembelajaran yang mereka lakukan sendiri8221. Individu seperti itu mempunyai keterampanan untuk mengakses dan mempreoses informada yang mereka perlukan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam belajar mandiri mengintegrasikan autogestão (manajemen konteks termasuk latar belakang social, menentukan, sumber daya dan tindakan) dengan yang auto-monitoramento (proses siswa dalam memonitor, mengevaluasi, dan mengatur strategi belajarnya). Belajar mandiri dan siswa mandiri seperti sekeping mata uang yang mempunyai dua muka yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang mempunyai suatu fungsi yang saling mendukung. Leitura de Personal Responsibility (PRO) (Sumber: Roger Hiemstra: 1998: 25) Belajar Mandiri (Aprendizagem autodirigida) yang ada di sisi sebelah (Sumber: Roger Hiemstra: 1998: 25) Belajar Mandiri (Aprendizagem autodirigida) yang ada di sisi sebelah Modelo kiri, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau apa yang kita dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Di sini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri (LearnerSelf-Direction) modelo de Yang Ada di Sebelah Kanan Dari, mengacu pada individual yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa, atau sering kita kenal dengan faktor interno dari individu yang bersangkutan. Jika kedua hal tersebut (Aprendizagem autodirigida da auto-direção do aprendente) dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar (auto-direção na aprendizagem). Dengan demikian Kemandirian belajar (auto-direção na aprendizagem) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di Dunia nyata. Burt Sisco dalam Hiemstra (1998: membuat sebuah model yang membantu ind ividu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu: (1) preplanning (aktivitas sebelum proses pembelajaran), ( 2) menciptakan lingkungan belajar yang positif, (3) mengembangkan rencana pembelajaran, (4) mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai, (5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoramento, dan (6) mengevaluasi hasil pembelajar individu. Sisco menggambarkan modelo tersebut di atas dalam bagan Sebagai berikut: Gambar 2 Modelo Pembelajaran individual (Sumber: Hiemstra. 1998) Artikel diambil dari banjarnegarambs. wordpress pada tanggal 9 de novembro de 2008 Post navigation Blog Estatísticas Seguir Blog ini Mensagens recentes Comentários recentes Tulisan Teratas arsip tulisanMenumbuhkan Budaya Gemar Belajar Dan Hidup Mandiri Alam takambang jadi Guru adalah sebuah falsafah hidup orang Minangkabau dan judul buku Almarhum AA Navi S sampai saat ini tetap tidak lapuk karena hujan dan lekang karena panas. Filsafat ini tetap bisa jadi pijakan hidup kita sebagai orang tua dalam kehidupan dalam masyarakat. Sekaligus filsafat ini mengajak kita untuk peka dan bercermin atas peristiwa-peristiwa yang ada di seputar hidup kita. Sudah menjadi kecendrungan dari keluarga sekarang sekarang untuk memiliki jumlah anak yang lebih kecil daripada keluarga yang lebih senior usianya. Kita perlu untuk berterima kasih atas programa KB yang sudah lama diluncurkan oleh pemerintah. Kalau begitu apakah anak-anak dari keluarga kecil hidup lebih beruntung dibandingkan dengan anak-anak dahulu dari keluarga besar (). Dari segi pertumbuhan biologi bisa dijawab ya karena keluarga kecil bisa menyediakan kebutuhan bahan sandang dan pangan yang lebih baik. Tetapi dari segi pertumbuhan mental, emosional dan sosial, pada sebagian keluarga kecil sekarang, perlu telaah lebih lanjut. Dari pengalaman kita dapat melihat bahwa cukup banyak generasi muda sekarang yang escondido tanpa orientasi yang jelas, merasa masa depan mereka tidak pasti dan menjadi mudah frustasi. Kita juga dapat menemui banyak pemuda dan pemudi sekarang hidup kurang beruntung dibandingkan dengan orangtua mereka. Padahal tingkat pendidikan mereka rata-rata cenderung lebih tinggi. Tetapi mengapa mereka tampak tidak berdaya, cendrung santai, menganggur karena terbatasnya lowongan kerja yang sudah menjadi alasan klasik. Kecendrungan kelurga dulu dengan anak banyak membuat mereka harus banting tulang untuk menghidupi dan mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang jumlahnya lebih besar. Malah sebagai implikasi, kadang-kadang, anak-anak chatice wajib bekerja untuk meringankan beban keluarga. Keluarga senior dengan jumlah anak yang agak banyak hampir-hampir tidak punya waktu untuk mencikaraui, ikut campur dalam urusan pribadi anak-anak mereka. Kecendrungan anak-anak dari keluarga besar adalah mereka mengalami dan memiliki pertumbuhan sosial dan emosional yang lebih baik daripada sebagian anak-anak keluarga kecil. Mereka sejak usia dini sudah dilepas oleh ayah-ibu yang juga sibuk untuk mencari nafkah untuk ikut mengembara, melakukan eksplorasi atau penjelajahan, bersama kakak dan teman-teman mereka. Sejak usia dini mereka sudah memiliki segudang pengalaman hidup lewat peristiwa demi peristiwa sosial. Suka duka pengalaman sosial dari dunia bermain yang mereka alami. Mereka telah belajar untuk mengenal langsung tentang peran hidup untuk beradaptasi, berakomodasi, menerima dan mengalah dan kadang-kadang harus berkompetisi. Keluarga Junior dengan jumlah anak yang hanya rata-rata 2 orang sebagian cendrung bersifat terlalu posesif sehingga punya kesan banyak serbanya yaitu serba melarang, serba melarang, serba membantu anak dan lain-lain. Sehingga terkesan menjadi serba memanjakan anak dan serba membelenggu kebebasan untuk berkresi. Berekspressi dan melakukan kreatifitas. Sikap possesif keluarga junior ini agaknya didorong oleh rasa khawatir yang berlebihan. Khawatir atau takut anak terjatuh dan cedera. Sehingga semua gerak-gerik anak selalu diawasi dan dicemasi. Hal ini membuat anak menjadi serba ditolong dan serba dilindungi. Akibatnya anak kurang aktif dan kreatif dan kurang melaksanakan ekplorasi dalam dunianya ini berarti anak akan miskin dengan pengalaman hidup. Anak yang kekurangan pengalaman hidup karena telalu banyak dilindungi. Ibarat telapak kaki yang terlalu banyak dilindungi oleh sepatu menjadi amat tipis dan susah melangkah diatas kerikil-kerikil. Hidup di dunia memang penuh dengan benturan-benturan kecil sampai dengan benturan-benturan besar sebagai kerikil kehidupan. Disini tidak ada kecendrungan kita untuk mengatakan bahwa keluarga senior atau keluarga dengan banyak anak jauh lebih baik. Namun disini tersirat sebuah penekanan bahwa orang tua dati keluarga kecil, sebagai keluarga berencana, perlu untuk menjadi arif dan lebih matang dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Mereka perlu untuk selalu menimba ilmu dari buku dan pengalaman hidup, malah kalau perlu menimba pengalaman hidup, mendidik anak, dari keluarga senior tadi. David J. Scwart (dalam bukunya A magia do pensamento grande de 1996) mengatakan bahwa lingkungan dan orang-orang di sekeliling kita adalah ibarat laboratorium kemanusiaan. Kita adalah sebagai ahli untuk trabalhista tadi. Kita dapat mengamati dan menganalisa mengapa seseorang bisa punya banyak teman atau sedikit teman, berhasil atau gagal atau biasa-biasa saja. Kita pun kemudian dapat memilih tiga orang yang berhasil dan tiga orang yang gagal dan kemudian menganalisa dan membandingkan kenapa mereka bisa demikian. Hasil pengamatan dan penelitian tadi bisa menjadi pengalaman berharga bagi kita. Sebagai orangtua, kita perlu bersikap arif dan bijaksana dalam mendidik dan memebesarkan anak. Kita harus punya konsep tentang bagaimana menjadi orangtua yang ideal bagi mereka termasuk dalam hal megurus dan mengarahkan pendidikan mereka. Bagaimana orang tua menyikapi anak yang lulus dan mencari sekolah untuk pendidikan selanjutnya. Sebagai contoh, cukup banyak anak-anak lulusan dari SLTA yang tidak tahu hendak kemana pergi setelah itu. Kemana atau apa yang akan dilakukan setelah lulus dari SMA merupakan salah satu titik penting dalam kehidupan seseorang. Pada saat itulah tahap awal kedewasaan seseorang dimulai. Keputusan tentang langkah apa yang akan diambil memeberikan pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Penting untuk diingat bahwa setiap anak perlu memiliki suatu cita-cita atau tujuan spesifik yang menjadi arah dari apa yang ingin untuk dicapaianya. Namun dalam kenyataan adalah cukup banyak anak-anak, lulusan SMA, yang kebingungan karena tidak punya cita-cita dan berfikir harus mengapa setelah ini. Kebingungan bersumber dari kurangnya pengenalan minat dan kemampuan diri. Tentu saja ini akibat dari miskin atau kurangnya pengetahuan dan wawasan. Kurangnya persiapan intelektual dan kurang mengenal pribadi sendiri. Kekurangan-kekurangan ini, seperti yang telah dijelaskan, descrebabkan oleh minimnya pengalaman ekplorasi dan jati diri. Penyebab lain adalah karena tidak terbiasa dengan budaya belajar dan hidup yang mandiri. Tidak punya cita-cita dalam hidup dan kurang menmenal potensi diri adalah efek negatif dari kurang ekplorasi dan kurang punya jati diri. Untuk mengantisipasi yang demikian maka orangtua dan anak perlu untuk mengembankan dunia jelajahnya atau ekplorasi sejak dini. Setiap anak seharusnya punya banyak pengalaman, sesuai dengan konsep kepintaran berganda, punya pengalaman berteman dan berkomunikasi dengan banyak orang, banyak mengenal tempat lain, mengenal seni dan olah raga, memahami dan mengamalkan agama, berpengalaman dalam menguasai emosi sendiri dan lain-lain. Anak-anak yang rajin diajak oleh orangtua ke berbagai tempat profesi seperti bank, universitas, pabrik, bandar udara, pusat pelatihan komputer dan lain-lain akan memiliki segudang cita-cita dibandingkan dengan anak anang yang banyak mengurung diri di seputar rumah saja. Untuk membebaskan anak danc kebingungan dan tanpa cita-cita dalam hidup maka orangtua bertanggungjawab untuk menanamkam, dan sekaligus memberi contoh tentang, budaya gemar belajar dan hidup mandiri sedini mungkin. Orangtua perlu untuk menyisihkan sedikit dana dan melowongkan waktu untuk keperluan belajar anak di rumah dan memberi contoh langsung tentang betapa pentingnya memebaca, belajar yang banyak dan pintar dalam membagi waktu dan pintar berkomunikasi dengan banyak orang. Selain itu orangtua perlu mendukung anak untuk mengembangkan hobi dan bersikap kreatif dalam hidup. Orangtua perlu memberi anak kebebasan untuk mencoba dan mengurangi sikap yang terlalu possesif dan over-protektif (terlalu melindungi) yang tercermin dalam sikap yang banyak serba membantu dan serba melarang anak. Di waktu lowong anak (dan orang tua) perlu untuk rekreasi yang lebih bersifat edukatif. Anak-anak dengan pribadi yang berimbang antara intelektual, emosional e espiritual serta kreatif dan mandiri adalah anak yang sangat kita harapkan. Untuk mewujudkan ini maka kita perlu untuk menanamkan budaya gemar belajar dan hidup mandiri dalam rumah tangga sejak dini. ) Marjohan, adalah guru SMP 8211 SMA Negeri Unggul Batusangkar, Kab. Tanah Datar 8212821282128212 Descarregar artikel ini dalam format word document klik disini Pendidikan untuk anak memang membutuhkan banyak kelonggaran dari mereka yang peduli, dalam hal orangtua berkewajiban, guru dan masyarakat. Khusu pada orangatua, kelonggaran yang dimaksudkan adalah dalam segala hal, waktu, finansial, kasih sayang dan cinta serta kesempatan bagi anak untuk mendapatkan yang perlu didapatkannya untuk persiapan masa depan lebih baik. Keluarga senior dapat berlangsung sebab persanangan jaman tidak atau belum ketat, tetapi untuk saat sekarang jika keluarga masih mempertahankan keluarga sênior, tentunya anak sulit mendapatkan kelonggaran yang dimaksudkan lantas, bagaimana nasib mereka selanjutnya Terima kasih pak marjohan atas pencerahan drai artiel ini. Obrigado pak saroni pela sua gentil resposta e essa é a nossa profunda preocupação com o nosso fenômeno da educação. Saya juga selalu mengikuti tulisan pak saroni dan belajar dari sana wassalam marjohan sma negeri 3 batusangkar Pornografi Masuk ke Sekolah Lewat Hand Phone e Internet Oleh. Marjohan Guru SMA Negeri 3 Batusangkar Kosakata pornografi bukanlah kosakata baru. Semua orang sudah mengetahuinya. Anak - anak pra-remaja dan remaja pun sudah mengerti dengan maksud kata pornografi itu. Sekarang kosa kata pornografi sudah melebar dan kita juga mendengar kosa kata pornoaksi. Sampai detik ini orang tua di rumah dan guru di sekolah tetap menganggap tabu dengan perkataan dan perbuatan porno. Mereka tetap melarang keberadaan unsur - unsur pornografi dan pornoaksi mendekati anak - anak dan pelajar. Orangtua akan merasa tercoreng mukanya kalau salah satu anggota keluarga terlibat dalam budaya atau dampak pornoaksi, seperti ada anak gadis nya yang menerima tamu laki - laki sambil memakai rok mini pada malam minggu. Atau anak laki - laki nya jalan berpegang tangan dengan gadis lain, dan sampai kepada pelanggaran norma yang lebih berat lainnya. Dalam pendidikan di rumah tangga, orangtua selalu menekankan pemberian pesan moral dan hukuman pada anggota keluarga agar tidak melakukan unsur - unsur porno - pornoaksi dan pornografi, seperti membuka aurat, menyimpan benda - benda porno - buku porno, majalah porno, vcd porno, dan lain - lain. Rasa ingin tahu, ajakan teman dan pengaruh budaya luarlah yang membuat benda - benda porno menyusup masuk ke dalam rumah secara sembunyi - sembunyi. Benda - benda tersebut adalah seperti majalah, kaset dan dokumen porno yang disimpan serta dirahasiakan oleh anak - anak remaja. Sangat disayangkan apabila ada orangtua dan orang dewasa dari pihak keluarga yang pura-pura tidak peduli untuk mencegah hadirnya benda - benda porno dalam rumah. Atas nama demokrasi dan keindahan seni kemudian sudi untuk menyimpan dan memamerkan benda - benda porno dalam keluarga. Sekolah sejak dari dulu tetap commit untuk mengharamkan benda - benda dan unsur - unsur porno hadir dalam lingkungan sekolah. Dahulu, sebelum teknologi dan informasi tidak begitu berkembang, guru-guru sudah melakukan tindakan anti atau kontra terhadap benda - benda dan unsur - unsur pornografi. Secara berkala mereka melakukan razia anti pornografi. Kejahatan siswa dalam hal pornografi pada mulanya adalah seperti menyimpan stensilan - atau tulisan cerita cabul yang diketik dan diperbanyak pada kertas stensil, komik dan novela porno sampai kepada foto - foto porno yang mereka peroleh lewat pedagang koran asongan di terminal ônibus atau lewat teman dan juga kaset Video BF. Selain itu, siswa remaja yang karena ingin tahu, menyimpan produk pornografi dan alat - alat kontrasepsi KB (Keluarga Berencana) seperti kondom, espiral, dan lain-lain, apabila tertangkap tangan oleh guru - guru menyimpannya tentu akan diproses karena melanggar hukum sekolah. Proses hukumnya bisa melibatkan orangtua dan kalau perlu pihak sekolah memindahkan atau memulangkan siswa yang bersangkutan ke orangtuanya. Apalagi Kemudian. Begitu kemajuan teknologi informasi semakin pesat maka bentuk atau eksistensi unsur-unsur porno menjadi semakin apik pula dan makin sulit dilacak. Filme porno, foto porno, vídeo de kaset porno memang jarang lagi dikantongi remaja secara ilegal, karena produk ini sudah kadaluarsa. Maka sekarang produk kepingn vcd porno, dengan kulit berlabel filme kartun agar bisa mengelabui pihak yang mencurigai, pada halnya isinya berisi adegan terlarang, secara terang-terangan mudah beredar dan dijual lewat pedagang kaki lima dan siswa yang dilanda gejolak birahi mudah mencarinya. Hal lain, yang berhubungan dengan pornografi adalah bahwa sekarang orang tua perlu untuk melakukan cek dan ricek kalau ingin menitipkan anak pada sekolah yang berasrama, kecuali kalau kondisi kehidupan anak - anak di asrama cukup kondusif seperti tinggal di rumah sendiri. Dari pengalaman diketahui bahwa kehidupan siswa yang kurang diawasi dan miskin aktivitas di asrama, maka penghuninya sering dilanda por gejolak dorongan libido. Pengalaman seksual yang kurang sehat mudah diperoleh por anak - anak yang tinggal di sana. Siswa yang tinggal di asrama yang kurang terkontrol, dalam usia pubertas yang diiringi oleh dorongan libido yang tinggi, namun mereka kurang terlibat dalam aktivitas olah raga, seni dan kesibukan positif lain, maka siswa penghuni asrama mencari penyaluran libido secara intens. Maka kalau kondisi rumah lebih baik dan orang tua bisa mengembangkan potensial anak, maka mengapa harus mengirim anak ke sekolah dengan asrama yang tidak terjamin kualitas pendidikannya. Sekarang semua orang tahu bahwa teknologi telekomunikasi semakin canggih, maka produk yang bernama mão-telefone menjadi benda yang paling digemari oleh remaja. Kini banyak anak - anak atau remaja yang pintar merayu dan bermohon pada orangtua agar mereka dibelikan hand-phone. Pada mulanya hand-phone dirancang dengan fungsi untuk berkomunikasi. Namun kolaborasi ahli bisnis dan ahli teknologi menciptakan produk hand-phone menjadi semakin menarik, dilengkapi dengan aksesoris camera, lagu, game, dan fiture yang lain. Maka kemudian fungsi memiliki telefone de mão berubah, tidak lagi sebagai sarana berkomunikasi, namun berubah menjadi sarana untuk membentuk estilo de vida atau gaya hidup. Sekarang telefone de mão yang pas manurut selera siswa adalah kalau ada kamera, lagu, jogo dan aksesoris lain. Hand-phone yang seperti ini sangat layak dibawa dan dipamerkan di sekolah, namun kalau desain telefone de mão terlalu sederhana maka mereka jadi malu dan ingin untuk menyimpannya dalam tong sampah. Diam-diam guru di sekolah melihat gerak gerik dan prilaku yang mencurigakan atas prilaku siswa yang memiliki telefone de mão berkamera ini. Mereka melakukan razia maka ditemukan sederetan filme-filme porno dan gambar porno yang mereka saling kirim lewat blue-tooth atau inframerah. Maka guru-guru dengan hati nuraninya sebagai pendidik menjadi amat sedih dan terluka. Ternyata orangtua bisa dikibuli oleh anak mereka sendiri. Segudang janji yang diikrarkan anak sebelum dibelikan telefone de mão tidak terbukti. Berbarengan dengan datangnya teknologi telefone de mão maka datang pula teknologi internet. Sarana internet dirasakan amat penting untuk mengakses informasi dan sarana untuk berkomunikasi. Perpustakaan merupakan tempat untuk mencari ilmu pengetahuan dan informasi. Tetapi sarana internet terasa jauh lebih menarik dari pada perpustakaan. Dan sekarang fenomena yang terjadi adalah kehadiran internet telah membuat perpustakaan menjadi sepi dan hanya layak sebagai gudang untuk menyimpan buku - buku. Akibatnya kini banyak perpustakaan yang menjadi sepi oleh pengunjung dan buku - bukunya sendiri mulai menguning dan dipenuhi debu. Mengapa remaja pergi ke internet Banyak remaja atau pelajar menjawab bahwa meraka pergi ke internet atau ke warnet (warung internet) untuk mencri ilmu dan informasi. Jawaban mereka 100 sangat benar, namun kenapa warnet sengaja dirancang dengan bilik - bilik kecil dengan dinding agak tinggi, dari balik dinding bilik kecil tadi terdengar suara penuh curiga dan mata waspada. Maka begitu mereka selosai mengakses internet lewat mesin yahoo, google dan mesin lain maka akan tersisa kosa kata mesum bahwa remaja - mulai yang bau kencur sampai kepada remaja usia hampir dewasa - baru saja mengkonsumsi gambar, filme dan artikel jorok atau porno. Dahulu ketika zamannya bioskop lagi menjamur, maka unsur - unsur seks lah yang membuat bioskop tersebut jadi ramai oleh pengunjung. Dan sekarang hal itu juga terjadi pada internet. Karena ada unsur - unsur seks, maka internet juga menjadi makin laku. Namun sekarang bagamana lagi. Di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru pasti mengharamkan unsur - unur seks atau pornografi menyentuh siswa. Namun di luar rumah dan luar sekolah, yaitu di warnet - wanet unsur - unsur seks dan pornografi begitu mudah diakses dan di download. Kini siapa yang patut mengawasi anak - anak dan remaja tidak ketagihan olead unsur - unsur pornografi bila mereka berada di luar rumah dan sekolah. Bila kejahatan seksual meningkat di tengah masyarakat, maka dapat diprediksi bahwa keberadaan warnet ikut berpartisipasi untuk menyuburkan budaya pornoaksi dan pornografi. Rangsangan - rangsangan pornografi lewat internet telah berpotensi untuk meningkatkan gelora libido mereka yang tidak terkontrol, pada akhirnya bermuara pada kejahatan incesto seksual, kehamilan di luar nikah, pengguguran kandungan, pelecehan seksual dan lain-lain. Orang tua dan guru tentu selalu menyerukan dan berpesan agar anak - anak mereka selalu ingat dengan ungkapan diz não para situs porno. Namun untuk pengawasan yang lebih kompeten di luar rumah dan sekolah tentu adalah tanggung jawab pemerintah dan pengelola internet itu sendiri. (Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar) Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah Oleh. Marjohan Guru SMA Negeri 3 Batusangkar (Programa Pelayanan Keunggulan) Ada beberapa undang - undang atau peraturan yang tidak tertulis di sekolah, sudah disepakati dan diketahui oleh orangtua, anak didik, pendidik (guru) dan masyarakat. Peraturan - peraturan tersebut kalau dirunut dari skala larangan paling berat sampai kepada larangan ringan adalah seperti: tidak boleh melakukan pergaulan bebas, narkoba, minuman keras (miras), berjudi, pornografi, pornoaksi, merokok, memakai perhiasan berlebihan, berambut panjang, memakai seragam sekolah Yang tidak pantas, sampai kepada mencontek selama ujian. Dan larangan ringan terbaru adalah tidak boleh membawa telefone da mão ke sekolah karena bisa mengganggu PBM - proses belajar mengajar. Mengkonsumsi rokok adalah dilarang di sekolah. Ini sudah diketahui oleh semua anak didik, guru dan orangtua siswa. Namun fenomena di negara kita dan juga fenomena di lingkungan sekolah bahwa hukum atau peraturan hanya untuk dipatuhi por kalangan bawah, kalau di sekolah adalah untuk anak didik. Seperti larangan merokok, ini hanya berlaku dan harus dipatuhi oleh anak didik. Kalau mereka ketahuan melanggar merokok dalam lingkungan sekolah malah juga untuk luar sekolah - maka berarti mereka membuat kasus pelanggaran peraturan sekolah. Kasus pelanggaran tatatertib sekolah harus diproes mulai dari tingkat wali kelas, guru BK (Bimbingan Konseling), pihak Kepala Sekolah. Dan kalau tidak bisa dibina maka mereka dibinasakan - disuruh pindah sekolah atau dipulangkan ke orangtua. Pelaksanaan larangan merokok tentu saja bervariasi wujudnya pada banyak sekolah. Ada sekolah yang melaksanakan dengan serius dan penuh tanggung jawab dan ada pula yang menerapkannya penuh pura-pura dan sekedar basa - basi. Sekolah yang sangat peduli dengan kualitas pendidikan, umumnya tidak mengenal basa basi dalam menegakan disiplin dan wibawa sekolah. Namun bagi sekolah yang susah payah untuk meraih prestasimis maka disiplin atau peraturan sekolah bisa ditawar - juga bisa sekedar basa-basi. Sekolah yang siswanya, apa lagi kalau guru gurunya, gemar merokok dapat dipantau dan dijumpai di mana mana. Seringkali sarana tempat merokok mereka adalah di kantin atau di warung seputar sekolah milik masyarakat lokal. Beberapa anak didik sengaja membolos beberapa menit atau mencari alasan untuk keluar kelas dan menyelinap ke dalam warung dekat sekolah ágar bisa mengepulkan asap rokey untuk memperoleh decak kagum dari teman teman yang juga merintis diri untuk jadi perokok. Sebagian yang lain sengaja memilih tempat yang agak jauh dari sekolah agar bisa merokok seperti yang dianjurkan oleh puluhan sampai ratusan iklan rokok yang dikemas sangat menarik dan diiringi rayuan seperti. Merokok untuk mewujudkan selera priaotteti. Ada kritikan yang patut kita lontarkan kepada pemilik warung yang melegalkan rokok untuk siswa di seputar sekolah. Silahkan mencari rezki lewat berdagang dengan menyediakan kebutuhan makan minum warga sekolah, tetapi jangan mencari untung lewat bisnis rokok karena merokok adalah ilegal untuk anak didik dan warga sekolah. Tentu saja semua anak didik sudah tahu bahwa mereka tidak boleh merokok. Tetapi sebahagian mereka menjadi bingung memahami nasehat yang berbunyi seperti merokok dapat merusak kesehatan. Namun modelo atau suri teladan mereka di rumah (orang tua) dan di sekolah (guru - guru) melanggar nasehat ini. Dan akhirnya sebahagian mereka yang lagi dilanda kebingungan untuk mencoba merokok atau tidak perlu merokok - merintis jalan untuk menjai perokokestar. Larangan merokok tampaknya hanya ditujukan untuk anak didik, bagaimana untuk guru - guru. Larangan merokok tidak berlaku untuk guru guru perokok. Barangkali karena peraturan dan larangan dirancang oleh guru dan harus dipatuhi oleh anak didik. Sementara guru - guru sendiri seolah olah memiliki hak kebal hukum. Pantaslah banyak guru yang semau gue merkok di lingkungan sekolah. Guru perokok yang masih bersembunyi saat merokok masih bisa dianggap sebagai guru perokok yang memiliki sopan santun. Namun bagaimana dengan guru yang memperlihatkan kekuasaannya. Dengan rasa enteng minta tolong belikan rokok pada anak didik dan merokok di depan keramaian murid seenaknya. Dan ada guru yang dengan arrogannya merokok di dalam kelas saat melaksanakan PBM - Proses Belajar Mengajar. Bagi guru yang begini maka berlakulah pribahasa yang berbunyi. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kalau guru menjai suri teladan yang jelek maka tentu kelak anak didik mereka menjadi lebih jelek lagi. Kalau guru adalah perokok yang hebat dalam kelas maka jangan salahkan kalau kelak ada anak didik yang menjadi pemakai narkoba dan peminum miras-minuman keras. Melihat fenomena di atas maka dewasa ini setiap anak didik perlu untk memiliki daya tahan yang lebih hebat untuk tidak merokok. Karena ajakan untuk merokok - memasukan asap rokok kretek atau zat - zat beracun ke dalam paru paru datang dari berbagai pihak. Saat mereka tahu dengan bahaya merokok, namun di rumah mata mereka menatap orang yang mereka hargai-bapak, kakak, paman, kakek dan tetangga - menghisap rokok dengan ekspresi kenikmatan yang penuh engan kepalsuan. Di sekolah mereka juga terganggu oleh gaya guru yang dengan enteng menghisap rokok. Siswa yang tidak pernah merokok pun akhirnya memperoleh pressão atau tekanan dari teman sebaya yang sudah menjadi perokok junior. Mereka yang tidak merokok akan diberi ejekan - hukuman psikologis - sebagai orang yang tidak jantan. hanya orang perempuanlah yang tidak merokok, atau dia tidak merokok karena pingin naik haji - alias ia orang yang amat kikir. Tekanan dalam bentuk ejkan sangat mujarab utuk membuat anak didik (teman sebaya) segera mencoba merokok sampai akhirnya juga jadi pencandu rokok. Andaikata ada yang tidak percaya dengan judul tulisan ini, maka marilah kita kunjungi sekolah - sekolah SLTA SMA, SMK dan Madrasah - di beberapa daerah pada saat sekolah usai. Kita akan melihat siswa-siswa bubar, melangkah menuju rumah, maka pasti terlihat beberapa siswa mulai memegang bungkus rokok. Mereka saling bercanda dan melempar ejekan pada yang tidak merokok atau meledek teman yang merek rokoknya kurang gaul. Memang merokok kelihatan sudah menjadi gaya hidup bagi sebahagian guru dan sebahagian anak didik. Fenomena para perokok adalah bila mereka saling berjumpa maka mereka saling meminta atau menawarkan korek api. Atau sebelum mereka memulai percakapan mereka saling menyodorkan bungkus rokok kretek sebagai tanda persahabatan yang tulus. Ini adalah bukti bahwa merokok bagian dari gaya hidup. Sambil mengepulkan asap nikotin dari bibir yang hitam maka barulah meluncur kalimat - kalimat pergaulan mereka. Sepuluh atau dua puluh tahun yang silam jumlah produksi rokok tentu saja tidak sebanyak yang sekarang. Namun kini produksi rokok sudah amat mengkhawatirkan dari sudut jumlah rokok dan jumlah merek rokok itu sendiri. Rokok rokok - pemilik industri rokok - tersebut saling berlomba untuk menarik dan mengajak semua orang agar segera mejadi perokok sejati. Iklan rokok dengan bahasa yang indah - membujuk dan mengajak semua orang untuk jadi perokok - terpajang didepan mata dimana - mana di gardu polisi lalulintas, pada jalan raya utama, di tempat keramaian anak anak muda. Malah industri rokok tidak segan - segan bersedia menjai sponsor atau donator dari berbagai kegiatan sekolah selagi spandu nama rokok mereka tidak lupa untuk dipajang. Masih adakah orang yang peduli sekarang untuk menasehati anak didik dan guru - guru untuk tidak merokok. Terus terang bahwa merokok sebagai gaya hidup tidak memberikan manfaat apa - apa, kecuali hanya memberi mudharat dalam meracuni paru - paru anak anak muda. Memilih merokok sebagai gaya hidup sangat merugikan diri karena mendatangkan penyakit. Menjadi penghisap rokok hanya memberikan keuntungan bagi pemilik pabrik rokok yang punya niat tidak baik yaitu untuk meraup laba dan ikhlas membuat pencandu rokok untuk segera sakit atau pelan - pelan bergerak menuju kematian. Bukankah sudah cukup banyak jumlah orang yang meninggal karena mengalami sakit paru - paru gara - gara mejadi pencandu rokok yang hebat dalam hidupnya. Maka kini fikirkanlah untuk menjadikan merokok sebagai gaya hidup di sekolah. (Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar) Tuntutlah Ilmu Di Universitas Kehidupan Oleh: Marjohan Guru SMA Neg. 3 Batusangkar (Program Layanan Keunggulan) Semua orang setuju bahwa ilmu adalah kekuatan. Agama Islam juga mengakui dan menganjurkan kepada kita (pemeluknya) untuk selalu mencari ilmu. Ada beberapa ajakan seperti Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, dan UNESCO salah satu badan PBB - juga merespon dengan semboyan life long education atau pendidikan seumur hidup. Kita tidak tahu bahwa apakah semboyan yang mengajak anak - anak atau generasi muda untuk mencari ilmu sebanyak mungkin dalam hayat ini, masih berkumandang di rumah - rumah dari bibir orang tua pada anaknya atau sudah tidak ada lagi. Namun dari ungkapan lama dalam memberi motivasi tentu kita masih ingat dengan ungkapan yang berbunyi gantungkanlah cita-cita mu setinggi langit. Dari ungkapan di atas dapat kita simpulkan bahwa setiap orang perlu mempunyai cita - cita yang tinggi dan juga perlu untuk mencari ilmu dan pengalaman. Orang tua merupakan guru pertama yang dikenal anak. Sebagai guru pertama bagi anak, maka mereka (ayah dan ibu) mengajar dan menumbuh - kembangkan pribadi anak mulai dari belajar berbicara (berbahasa), belajar bejalan, belajar makan, belajar bersosial sampai kepada belajar bermoral atau bersopan - santun. Cita - cita yang diperkenalkan orangtua pada mereka, saat masih kecil sungguh sangat mulia, yaitu seperti: bila anakku besar kelak moga - moga bisa menjadi orang yang brguna bagi nusa, bangsa dan agama. Saat anak melangkah memasuki dunia pendidikan, mulai dari bangku TK, SD, SMP, SLTA dan malah sampai ke Perguruan Tinggi, cita - cita yang terlalu umum tadi berubah menjadi cita-cita yang lebih spesifik. Begitu ditanya tentang cita - cita anak, maka ia (mereka) dituntun agar memilih menjadi dokter, insinyur, guru, hakim, polisi, tentara, dan lain - lain. Cita cita tentang profesi ini bisa disederhanakan menjadi bila besar kelak aku ingin menjadi PNS, pegawai BUMN atau pegawai swasta. Secara tidak langsung guru - guru sudah menanamkan cita - cita dalam jiwa anak agar bila dewasa mereka bisa menjadi PNS atau pegawai kantoran, dan ini pulalah yang bernama cita - cita. Sementara itu menjadi pedagang, penulis, ulama, tokoh masyarakat bukan dipandang sebagai cita - cita. Lebih lanjut menjadi petani, nelayan dan buruh (oleh orang tua atau lingkungan) diperkenalkan sebagai pekerjaan atau cita - cita rendah dan cita - cita kurang mulia.. Kolaborasi guru dan orang tua sangat diperlukan agar bisa memotivasi anak untuk belajar keras sejak dari SD sampai ke tingkat SLTA dan Perguruan Tinggi. Segala teori dan artikel tentang pendidikan dibaca dan diterapkan dan fasilits belajar untuk anak dilengkapi. Pendidikan setiap anak sejak dari tingkat SD sampai tamat Perguruan Tinggi bisa menghabiskan rentang waktu 17 atau 18 tahun. Anak - anak yakin bahwa begitu tamat dari Perguruan Tinggi, memperoleh gelar sarjana, maka kerja, seperti menjadi PNS, pegawai BUMN dan swasta atau kantor, akan mudah diperoleh. Posisi PNS dan kantoran adalah posisi yang diperkenalkan oleh orang tua atau lingkungan sebagai posisi yang kerjanya sangat mudah, karena duduk atau goyang kaki gaji tetap keluar. Fenomena dalam beberapa tahun silam bila seseorang tamat Perguruan Tinggi, apalagi bila IP (Indeks Prestasi) juga tinggi, bisa menjanjikan bahwa PNS dan kerja kantoran mampu menampung semua lulusan Perguruan Tinggi. Malah untuk PNS masih menerima jatah sisipan apalagi jatah PNS pesanan melalui memo agar keponakan, adik atau anak seorang pejabat bisa jadi PNS walau kualitasnya sangat mengecewakan. Maka jadi gemuklah populasi PNS dan susah payah pula negara untuk mencari anggaran guna menggajinya mereka walau job descriptionnya serba tidak jelas. Namun dalam sistem manajemen pemerintahan yang lebih ramping - seperti sekarang - maka menjadi PNS walau gajinya masih standar atau kadang kala masih dibawah standar, kebanyakan sarjana lulusan Perguruan Tinggi, termasuk Universitas favorit, masih bermimpi untuk bisa jadi PNS. Begitu lulus dari Perguruan Tinggi, banyak sarjana potensial yang hanya mampu membuat surat lamaran atau menunggu lowongan agar bisa mengikuti test penerimaan PNS. Bila gagal mereka rela untuk menjadi pengangguran intelektual. Adalah fenomena bahwa datang bertubi - tubi serangan dan kecaman kepada dunia pendidikan - kurikulum yang miskin dengan link and match, dan kebijakan pemerintah. Yang paling parah adalah hujatan kepada lembaga Perguruan Tinggi yang hanya mampu menghasilkan sarjana PNS oriented. Padahal semangat untuk menjadi PNS dalam wujud cita-cita menjdi dokter, hakim, guru, dan lain - lain adalah gara - gara suksesnya kolaborasi antara orang tua dan guru dalam membangun image PNS, mulai dari guru TK, SD, SMP sampai kepada guru SLTA dan dosen. Saudara - saudara kita yang gagal atau drop out dari sekolah ketika di SD, SMP, atau SLTA mungkin tidak mengenal untuk menjadi PNS seperti impian sarjana lulusan Universitas (perguruan tinggi) se Indonesia. Mereka yang drop - out tentu disebabkan oleh seribu satu hal, seperti kesulitan ekonomi orang tua, kehilangan motivasi belajar, buruknya budaya belajar di rumah atau di sekolah, dan sampai kepada gara - gara broken home. Mereka yang drop out saat di SLTA atau pada sekolah sebelumnya, tentu mereka tidak mungkin bisa studi di Perguruan Tinggi dan juga tidak mengenal apa itu universitas dan siapa itu dosen atau mata kuliahnya. Namun saudara kita yang drop out atau putus sekolahi, sebahagian mereka mampu mengumpulkan energi hidup dan membentuk motivasi untuk kehidupan. Motivasi yang datang dari dalam diri sendiri atau yang datang dari orang yang punya pengalaman sukses, mereka itulah yang menjadi sumber inspirasi atau dosen bagi mereka yang belajar dalam universitas kehidupan ini. Bertukar atau berbagi pengalaman hidup dengan kakak, paman, famili, tetangga dan pengalaman orang lain secara langsung bisa lebih baik dari teori yang diberikan oleh profesor atau doktor di universitas yang nyata. Meskipun mereka tidak belajar atau kuliah dengan dosen atau professor di unversitas yang terakreditasi baik, tetapi berbagi pengalaman dengan orang sukses adalah juga berarti terlibat langsung dalam perkuliahan ala Socrates dalam zaman Yunani kuno dengan dosen di universitas kehidupan. Menuntut ilmu di universitas kehidupan, telah membuat orang bisa memiliki tekad hidup yang kuat. Mereka jadi berani untuk pergi merantau, berani untuk mencoba dan berani untuk menanggung resiko. Adalah bentuk pekerjaan lulusan dari niversitas kehidupan seperti menjadi petani, beternak, bertukang, dan membuka usaha konveksi telah mampu menghidupi ribuan atau bahkan jutaan orang se Indonsia. Kemudian ada orang yang hanya belajar secara alami - atau diistilahkan dengan belajar di Universitas kehidupan - mampu menjadi orang yang sukses lewat membuka toko, restaurant, usaha konveksi, catering. Dan ini adalah bentuk dari profesi yang lahir dari ide - ide kreatif. Profesi ini tidak mungkin ada (atau apakah ada) dalam daftar cita - cita siswa SLTA saat mengisi formulir SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Berbagai perguruan tinggi (universitas) sekarang seolah - olah hanya mampu melahirkan sarjana yang kaya dengan teori namun bingung dalam menatap masa depan. Sementara orang yang lulus dari universitas kehidupan telah melahirkan orang - orang yang berjiwa kuat. Kalau begitu salahkah menuntut ilmu di univeritas yang nyata Menuntut ilmu di berbagai perguruan tinggi adalah keputusan yang sangat baik dan lebih baik lagi kalau menuntut ilmu di perguruan tinggi favorite dan menata cita - cita atau rencana kehidupan yang lebih nyata. Ibarat cita - cita saudara kita yag sukses dari pengalaman hidup (universitas kehidupan) mereka sukses bukan lewat PNS, BUMN, pegawai swasta atau kerja kantoran. Adalah sangat penting bagi setiap siswa sejak dari SLTA untuk melakukan eksplorasi atau memperluas jelajah mental melalui pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain. Sebagai siswa atau mahasiswa mereka tidak harus lagi membuang-buang waktu setelah menekuni teori tentang kehidupan, rumus dan tugas setiap mata pelajaran. Juga penting kalau mereka mengembangkan diri dan mencoba seribu satu macam kegiatan yang berhubungan dengan kecakapan hidup. Maka sekarang tidak perlu lagi merasa gengsi untuk terjun ke sawah, ke ladang, ke kolam ikan, ke padang rumput untuk belajar tentang life skill. Atau menjalankan traktor, memasak di restauran dan harus merasa malu kalau hanya pandai memanjakan kulit dan membiarkan orang tua melepuh badanya terbakar matahari. Sikap manja dan cengeng sungguh tidak bermanfaat. Bila guru - guru dan dosen hanya memberi teori di sekolah dan universitas maka cobalah sempurnakan melalui pengalaman hidup, bertukar fikiran dengan oang - orang sukses dari universitas kehidupan. Mereka adalah seperti pemilik rumah makan, pengumpul komoditas ekspor, pengusaha rice milling, kyai atau ulama bear dan - lain lain. Kemudian renungankan mengapa dan bagaimana mereka bisa jadi sukses. (Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar) ide yang bagus juga untuk mengembangkan motovasi mambaca

No comments:

Post a Comment